Dukungan Pakar Hukum

Guru Besar |

Prof. Dr. Yos Johan Utama, SH, M.Hum.,
Guru Besar Hukum dan Rektor Universitas Diponegoro

Prof. Yos Menjelaskan Bahwa Pembuktian kerugian negara adalah elemen krusial dalam tindak pidana korupsi. Tanpa bukti ini, dakwaan korupsi kehilangan dasar hukum yang kuat dan mendesak agar Mardani H. Maming dibebaskan.

“Tindak pidana korupsi harus dibuktikan dengan adanya kerugian keuangan negara. Dalam kasus ini, tidak ditemukan audit atau bukti yang menyatakan bahwa negara mengalami kerugian. Tanpa adanya bukti kerugian negara, tidak ada dasar yang kuat untuk menyatakan Maming bersalah,”

Prof. Dr. Romli Atmasasmita, SH, LLM.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran / Ketua Tim Perumus UU Tipikor dan KPK

Prof. Romli menegaskan bahwa tuntutan dan putusan pemidanaan terhadap Maming tidak didasarkan pada fakta hukum, melainkan lebih pada imajinasi aparat penegak hukum.

“Proses hukum terhadap terdakwa bukan hanya menunjukkan kekhilafan atau kekeliruan nyata, tetapi merupakan sebuah kesesatan hukum yang serius,”

Prof. Dr. Topo Santoso, S.H., M.H
Guru Besar Hukum UI

Prof. Dr. Topo Santoso mendesak agar Mardani H. Maming dibebaskan, menyebut putusan hakim keliru karena unsur pidana tidak terbukti. Ia menegaskan bahwa fee dan utang piutang adalah hubungan perdata, bukan tindak pidana, sehingga Maming harus dinyatakan bebas.

“Putusan pengadilan atas Mardani H Maming dengan jelas memperlihatkan kekhilafan atau kekeliruan nyata. Unsur menerima hadiah dari pasal yang didakwakan tidak terpenuhi karena perbuatan hukum dalam proses bisnis seperti fee, dividen, dan utang piutang merupakan hubungan keperdataan yang tidak bisa ditarik dalam ranah pidana,”

Dukungan Dari
Aktivis HAM dan Anti-Korupsi |

Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M.

Aktivis HAM dan Anti-Korupsi serta Pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW)

Todung Mulya Lubis menyoroti terjadinya peradilan sesat (miscarriage of justice) dalam penanganan kasus korupsi yang menyeret Mardani Maming.

“Bentuk miscarriage of justice yang paling mencolok adalah tidak dipenuhinya hak atas fair trial. Hakim melakukan cherry picking terhadap alat bukti yang dihadirkan selama persidangan. Hakim lebih memilih untuk mempertimbangkan keterangan saksi yang tidak langsung (testimonium de auditu) karena hal itu sesuai dengan dakwaan penuntut umum, ketimbang mempertimbangkan alat bukti lain yang menyatakan hal sebaliknya,”

Bambang Harymurti

Aktivis dan Pegiat Anti-Korupsi

Bambang Harymurti mendorong akademisi anti-korupsi untuk tidak tinggal diam dan bersama-sama mengirimkan amicus curiae ke Mahkamah Agung terkait kasus Mardani H. Maming.

“Harusnya para ahli hukum dan eksaminator putusan berani menyusun dan mengirimkan pendapatnya sebagai ahli atau sebagai amicus curiae (sahabat pengadilan) kepada Mahkamah Agung,” lanjutnya. “Jangan lupa peribahasa hukum yang kerap dikutip, yang menyatakan lebih baik membebaskan sepuluh bahkan seratus orang yang bersalah ketimbang menghukum satu orang yang tidak (terbukti) bersalah”.

Dukungan Dari Kampus

9 Kekeliruan Vonis Hakim |

1. Tidak Terbukti Korupsi

Putusan hakim hanya didasarkan pada asumsi, bukan bukti nyata.

2. Dakwaan Dipaksakan

Uang yang diterima adalah pembayaran bisnis yang sah.

3. Pasal Suap Lemah

Pemberi suap tidak pernah diperiksa, asumsi “kesepakatan diam-diam” tanpa dasar hukum.

4. Kewenangan Sah

Izin tambang oleh Mardani sesuai aturan dan legal.

5. Sulit Dibuktikan

Bukti suap terkait tugas jabatan Mardani lemah dan sulit dibuktikan.

6. Delegasi Wewenang

Mardani punya izin resmi dari Menteri Dalam Negeri untuk beri izin tambang.

7. UU Tipikor Tidak Tepat

Kasus administratif, tidak cocok dengan UU Tipikor.

8. Pembatasan Penafsiran UU Tipikor

Penafsiran Pasal 14 UU Tipikor bertujuan membatasi pasal-pasal korupsi agar tidak digunakan secara luas untuk kasus administratif.

9. Kekeliruan Hakim

Putusan kasasi abaikan bukti baru, seharusnya Mardani dibebaskan.

Ramai-Ramai, Guru Besar Dan Aktivis Anti-Korupsi Desak Pembebasan Mardani H. Maming

Sejumlah Guru Besar, aktivis, dan akademisi anti-korupsi bersatu untuk mendesak pembebasan Mardani H. Maming. Mereka menilai bahwa proses hukum dalam kasus ini tidak adil dan bertentangan dengan prinsip keadilan, di mana banyak bukti relevan diabaikan, menciptakan kesan bahwa hukum lebih dipaksakan daripada didasarkan pada bukti yang kuat. Bersama para pakar hukum, mereka akan mengajukan surat amicus curiae ke Mahkamah Agung untuk meminta peninjauan yang adil terhadap kasus ini. Kasus ini juga mencerminkan lemahnya perlindungan hukum di Indonesia, terutama bagi generasi muda yang rentan terhadap ketidakadilan serupa.

©2024 by #BebaskanMardaniMaming