Kronologi Kejanggalan

Kasus Mardani H. Maming

Dan Misteri Di Balik Putusan Hukum

Awal Pemeriksaan Dan Penetapan Tersangka

Pada 9 Juni 2022, KPK memulai penyelidikan dugaan gratifikasi terkait pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Tanah Bumbu. Dalam seminggu, kasus ini meningkat menjadi penyidikan, dan pada 16 Juni 2022, KPK menetapkan Mardani H. Maming sebagai tersangka melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/61/DIK.00/01/06/2022.

 

Kejanggalan

Perubahan status dari saksi menjadi tersangka dalam waktu singkat tanpa dukungan pemeriksaan saksi atau bukti yang memadai menimbulkan kecurigaan yang mendalam. Mengapa surat pencegahan dan Sprindik diterbitkan secara bersamaan, seakan-akan proses hukum ini telah diputuskan sejak awal? Biasanya, surat pencegahan dikeluarkan setelah pemeriksaan awal yang menyeluruh, bukan bersamaan dengan Sprindik. Keanehan ini seolah menyiratkan adanya keputusan yang diambil lebih awal, mengaburkan batas antara penegakan hukum yang obyektif dan tindakan yang mungkin memiliki tujuan terselubung.

Kurangnya Pemanggilan Saksi Ahli Dalam Penyidikan Awal

Dalam dugaan korupsi terkait kebijakan administratif, umumnya KPK akan memanggil saksi ahli di bidang hukum administrasi atau perizinan IUP untuk mendalami peran dan keputusan bupati.

 

Kejanggalan

Mengapa dalam proses awal tidak ada pemanggilan saksi ahli hukum administrasi? Sebuah langkah yang tampak sederhana, namun justru dapat memberikan kedalaman analisis dari sisi administratif yang sering kali menjadi fondasi keputusan hukum. Apakah ini berarti penetapan tersangka dilakukan tanpa mempertimbangkan konteks kewenangan dan aturan administratif yang seharusnya melingkupinya? Kejanggalan ini seakan memberi isyarat bahwa ada sesuatu yang mungkin tidak sepenuhnya transparan dalam proses ini.

Proses Praperadilan

Pada 27 Juni 2022, Mardani mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menggugat penetapan tersangka yang dianggap tergesa-gesa. Namun, sehari sebelum putusan praperadilan, KPK mengeluarkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) untuk Mardani pada 26 Juli 2022, meski pada 25 Juli 2022 ia sudah menyatakan secara tertulis akan hadir di sidang berikutnya pada 28 Juli 2022.

 

Kejanggalan

Apakah penetapan DPO ini benar-benar didasari oleh kebutuhan penegakan hukum, ataukah digunakan sebagai langkah strategis untuk menggugurkan hak praperadilan yang sah? Mengingat SEMA Nomor 1 Tahun 2018 melarang buronan mengajukan praperadilan, apakah ini berarti DPO diterbitkan bukan karena kebutuhan riil, tetapi untuk membatasi akses terdakwa pada proses hukum yang seharusnya adil dan terbuka? Kejanggalan ini seakan membuka kemungkinan bahwa ada maksud tertentu di balik penerapan aturan yang tampak terlalu strategis ini.

Penerbitan Surat Pencegahan Dan Proses Penyitaan Aset

Dalam perkara dugaan korupsi, langkah penyidik sering kali mencakup penyitaan aset atau pemblokiran harta untuk menghindari pengalihan aset.

 

Kejanggalan

Sebuah kejanggalan muncul di sini: tidak ada tanda-tanda bahwa Mardani berusaha mengalihkan asetnya. Penyitaan aset tanpa adanya indikasi pengalihan atau bukti permulaan yang cukup menimbulkan pertanyaan besar. Apakah tindakan ini terlalu dini dan justru lebih condong memperberat posisi terdakwa sebelum proses penyidikan mencapai kesimpulan? Langkah ini seakan memberi kesan adanya tekanan yang tidak sepenuhnya berlandaskan bukti yang memadai, menimbulkan tanda tanya dalam proses hukum yang seharusnya objektif dan berimbang.

Vonis Pengadilan

Pada 2022, Pengadilan Negeri Banjarmasin menjatuhkan vonis kepada Mardani dalam Putusan No.40/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bjm, yang kemudian diperberat oleh Pengadilan Tinggi Banjarmasin dalam Putusan No.3/Pid.Sus-TPK/2023/PT.BJM pada 3 April 2023. Tuduhan gratifikasi ini berkisar pada SK Bupati Nomor 296 Tahun 2011 terkait IUP.

 

Kejanggalan

Ada tanda-tanda yang membingungkan dalam pemilihan bukti—seolah ada upaya "cherry-picking" untuk memperkuat dakwaan. SK Bupati, yang menjadi inti tuduhan, telah diakui sah secara administratif dengan sertifikat clear and clean (CNC) dari Kementerian ESDM selama lebih dari 11 tahun. Namun, mengapa fakta administratif ini tampak diabaikan? Di sisi lain, vonis kasasi terakhir dalam Putusan No.3741 K/Pid.Sus/2023 pada 1 Agustus 2023 justru seakan mengukuhkan legitimasi SK tersebut. Apakah selektivitas ini disengaja untuk memperberat posisi terdakwa? Kejanggalan ini menimbulkan pertanyaan, seolah ada sesuatu yang berusaha ditutupi dalam narasi yang seharusnya objektif dan transparan.

Analisis Kewenangan Bupati dalam Pengelolaan IUP

Sebagai Bupati, Mardani memiliki kewenangan administratif untuk mengeluarkan kebijakan perizinan, termasuk dalam pengelolaan IUP. Proses peninjauan dalam konteks administrasi pertambangan menjadi penting untuk memastikan keputusan ini bukan tindakan kriminal, tetapi bagian dari prosedur administrasi yang sah.

 

Kejanggalan

Tuduhan gratifikasi ini tampak melampaui batas wewenang administratif seorang bupati, seakan-akan mencampuradukkan antara keputusan kebijakan dengan dugaan tindak pidana. Apakah ini langkah yang tepat, atau justru tanda adanya ketidakseimbangan dalam proses hukum? Langkah ini berpotensi menciptakan gambaran bahwa proses hukum tidak dijalankan secara proporsional, menimbulkan pertanyaan: apakah kasus ini murni soal hukum atau ada unsur lain yang bermain di balik layar?

Penerapan Pasal 93 UU Minerba

Dalam Anotasi Putusan dan Affidavit Ahli, dinyatakan bahwa tuduhan pelanggaran Pasal 93 UU Minerba terhadap Mardani tidak tepat. Pasal ini hanya berlaku untuk pemegang IUP, bukan kepala daerah yang mengeluarkan IUP.

 

Kejanggalan

Tuduhan ini mengisyaratkan potensi over-criminalization, seolah-olah keputusan administratif disulap menjadi tindak pidana tanpa memeriksa batas kewenangan yang sebenarnya dimiliki oleh seorang bupati. Apakah ini hanya sekadar kesalahan penafsiran, atau ada upaya untuk memperluas makna hukum demi memperberat kasus? Kejanggalan ini seakan membiaskan garis tipis antara kebijakan dan tindak pidana, menimbulkan pertanyaan tentang tujuan di balik proses hukum yang tampaknya tidak sepenuhnya mempertimbangkan aspek kewenangan secara utuh.

Kontroversi Hakim Ketua Dalam Kasus Mardani H. Maming

Kasus Mardani H. Maming makin mencerminkan krisis integritas peradilan, terutama setelah terungkapnya dugaan korupsi besar oleh mantan pejabat MA, Zarof Ricar, yang diduga menyimpan hampir Rp 1 triliun dan emas 51 kg sebagai hasil suap untuk mengatur putusan kasasi.

Spekulasi muncul tentang apakah kasus Maming, yang ditangani oleh hakim-hakim kontroversial yang memiliki rekam jejak yang meragukan, gaya hidup mewah dan ketidakpatuhan etika—yang memperkuat persepsi publik akan lemahnya keadilan di kasus ini.

Dengan sorotan kuat pada kontroversi ini, memunculkan kekhawatiran serius bahwa kasus Maming mungkin tidak ditangani dengan prinsip keadilan yang sepenuhnya objektif.

Reaksi Terhadap Dugaan Gratifikasi Pada KPK Sendiri

Ketua KPK yang memimpin penangkapan Mardani H. Maming, Firli Bahuri, kini menjadi buron setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi sejak 22 November 2023.

Kejanggalan

Situasi ini mengisyaratkan potensi konflik kepentingan, menimbulkan pertanyaan tajam tentang integritas KPK dalam menjalankan penegakan hukum yang murni. Mengapa transparansi dan independensi terasa kabur dalam penanganan kasus ini? Jika prosesnya tidak jelas dan bebas dari pengaruh luar, akankah publik tetap mempercayai KPK? Kejanggalan ini seakan membuka kemungkinan adanya agenda tersembunyi, menggiring opini bahwa penegakan hukum yang seharusnya tegas dan objektif malah menjadi rentan terhadap kepentingan tertentu, merusak kredibilitas KPK di mata masyarakat.

Pertanyaan besarnya adalah, dengan semua fakta yang telah disampaikan ini, apakah Anda yakin bahwa keadilan telah benar-benar diberikan kepada Maming?

Peninjauan Kembali (PK)

Pada 2024, Mardani mengajukan PK untuk mencari keadilan. Terpilihnya Sunarto sebagai Ketua Mahkamah Agung membawa harapan akan peradilan yang bebas dari intervensi dan pengaruh eksternal.

Harapan

Proses PK kini diharapkan menjadi langkah pamungkas dalam memastikan integritas proses hukum ini, memberikan keadilan yang sesungguhnya untuk Mardani Maming. Dengan hadirnya kepemimpinan baru di Mahkamah Agung, dipimpin oleh hakim yang dikenal bersih dan berintegritas, jauh dari pengaruh atau intervensi, terbuka peluang besar untuk mengukir peradilan yang benar-benar merdeka. 

©2024 by #BebaskanMardaniMaming